Dampak dari Kerusakan Hutan
|
Kelangkaan minyak tanah yang kerap
mendera penduduk di berbagai daerah akhir-akhir ini dikhawatirkan memacu
penduduk untuk menggunakan kayu bakar dan menebang pohon tanaman keras. Jika
itu terjadi, kerusakan sumber air (mata air) akan semakin cepat. Setiap tahun
rata-rata sekitar 300 mata air mati akibat penebangan terprogram (hutan
produksi) maupun penebangan tanaman keras milik penduduk. Di lain pihak,
penduduk yang di lahannya terdapat sumber air tidak pernah memperoleh
kompensasi sebagai ganti atas kesediaannya untuk tidak menebangi pohonnya.
kesulitan penduduk memperoleh minyak tanah berdampak pada peningkatan
penggunaan kayu bakar. Penduduk di daerah pedesaan yang jauh dari pangkalan
minyak tanah memilih menebang pohon untuk kayu bakar.
|
Di
Indonesia berdasarkan hasil penafsiran citra landsat tahun 2000 terdapat
101,73 juta hektar hutan dan lahan rusak, diantaranya seluas 59,62 juta
hektar berada dalam kawasan hutan. Pada abad ke-16 sampai pertengahan abad
ke-18, hutan alam di Jawa diperkirakan masih sekitar 9 juta hektar. Pada
akhir tahun 1980-an, tutupan hutan alam di Jawa hanya tinggal 0,97 juta
hektar atau 7 persen dari luas total Pulau Jawa. Saat ini, penutupan lahan di
pulau Jawa masih tinggal 4 %. Pulau Jawa sejak tahun 1995 telah mengalami defisit
air sebanyak 32,3 miliar meter kubik setiap tahunnya.
Data yang dikeluarkan Bank Dunia menunjukkan
bahwa sejak tahun 1985-1997 Indonesia telah kehilangan hutan sekitar 1,5 juta
hektar setiap tahun dan diperkirakan sekitar 20 juta hutan produksi yang tersisa.
Penebangan liar berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan kayu di pasar
internasional, besarnya kapasitas terpasang industri kayu dalam negeri,
konsumsi lokal, lemahnya penegakan hukum, dan pemutihan kayu yang terjadi di
luar kawasan tebangan.
Berdasarkan hasil analisis FWI dan GFW dalam
kurun waktu 50 tahun, luas tutupan hutan Indonesia mengalami penurunan
sekitar 40% dari total tutupan hutan di seluruh Indonesia. Dan sebagian
besar, kerusakan hutan (deforestasi) di Indonesia akibat dari sistem politik
dan ekonomi yang menganggap sumber daya hutan sebagai sumber pendapatan dan
bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik serta keuntungan pribadi.
Menurut data Departemen Kehutanan tahun 2006,
luas hutan yang rusak dan tidak dapat berfungsi optimal telah mencapai 59,6
juta hektar dari 120,35 juta hektar kawasan hutan di Indonesia, dengan laju
deforestasi dalam lima tahun terakhir mencapai 2,83 juta hektar per tahun.
Bila keadaan seperti ini dipertahankan, dimana Sumatera dan Kalimantan sudah
kehilangan hutannya, maka hutan di Sulawesi dan Papua akan mengalami hal yang
sama. Menurut analisis World Bank, hutan di Sulawesi diperkirakan akan hilang
tahun 2010.
Praktek pembalakan liar dan eksploitasi hutan
yang tidak mengindahkan kelestarian, mengakibatkan kehancuran sumber daya
hutan yang tidak ternilai harganya, kehancuran kehidupan masyarakat dan
kehilangan kayu senilai US$ 5 milyar, diantaranya berupa pendapatan negara
kurang lebih US$1.4 milyar setiap tahun. Kerugian tersebut belum menghitung
hilangnya nilai keanekaragaman hayati serta jasa-jasa lingkungan.
Penebangan hutan Indonesia yang
tidak terkendali selama puluhan tahun dan menyebabkan terjadinya penyusutan
hutan tropis secara besar-besaran. Laju kerusakan hutan periode 1985-1997
tercatat 1,6 juta hektar per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi
3,8 juta hektar per tahun. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu
tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia.
Semakin meluasnya lahan kosong atau gundul akibat penebangan liar yang melibatkan oknum tertentu tidak dapat dipungkiri. Sudah saatnya aksi penebangan liar yang terjadi di sejumlah hutan lindung harus segera mendapat perhatian lebih serius dari semua pihak. Kejadian ini akan menyebabkan timbulnya deforensi hutan, yang merupakan suatu kondisi dimana tingkat luas area hutan yang menunjukkan penurunan baik dari segi kualitas dan kuantitas. Indonesia memiliki 10% hutan tropis dunia yang masih tersisa. Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72 persen.
Fungsi hutan sebagai penyimpan air
tanah juga akan terganggu akibat terjadinya pengrusakan hutan yang terus-menerus.
Hal ini akan berdampak pada semakin seringnya terjadi kekeringan di musim
kemarau dan banjir serta tanah longsor di musim penghujan. Pada akhirnya, hal
ini akan berdampak serius terhadap kondisi perekonomian masyarakat.
Penebangan hutan skala besar
dimulai pada tahun 1970 dan dilanjutkan dengan dikeluarkannya izin-izin
pengusahaan hutan tanaman industri di tahun 1990, yang melakukan tebang habis
(land clearing). Selain itu, areal hutan juga dialihkan fungsinya menjadi
kawasan perkebunan skala besar yang juga melakukan pembabatan hutan secara
menyeluruh, menjadi kawasan transmigrasi dan juga menjadi kawasan
pengembangan perkotaan. Di tahun 1999, setelah otonomi dimulai, pemerintah
daerah membagi-bagikan kawasan hutannya kepada pengusaha daerah dalam bentuk
hak pengusahaan skala kecil. Di saat yang sama juga terjadi peningkatan
aktivitas penebangan hutan tanpa ijin yang tak terkendali oleh kelompok
masyarakat yang dibiayai pemodal (cukong) yang dilindungi oleh aparat
pemerintah dan keamanan.
Untuk saat ini, penyebab deforestasi hutan semakin
kompleks. Kurangnya penegakan hukum yang terjadi saat ini memperparah
kerusakan hutan. Penyebab kerusakan hutan tersebut dapat dikemukakan sebagai
berikut :
Tidak hanya fauna yang hidupnya tergantung pada hutan
seluruh kehidupan yang ada didunia ini hidupnya akan tergantung dengan
hutan bagi manusia hutan sangat diperlukan untuk berlangsungnya kehidupan,
misalnya bagi yang hidup di daerah pelosok –pelosok sana mereka hanya hidup
tergantung dengan hutan, tempat mencari makan, berladang, dan lain-lain.
Sebelum hutan habis ditebang, hutan biasa menjadi sahabat bagi kita tetapi setelah hutan banyak ditebang dimana-mana,hutan menjadi musuh terbesar bagi kita,m karena hutan akan menjadi sebuah bencana yang tidak dapat kati duga kapan datang. Seperti binatang yang hidup dihutan, mereka tidak punya tempat tinggal lagi untuk bernaung, sekian banyak dari mereka banyak yang hampir punah, dan kalau tempat tinggal mereka tidak ada lagi dimana mereka tinggal, dan bencana itu sendiri akan datang atas amukan dari binatang buas yang marah,ini akan menjadi masalah baru. |